Berita Hidup

PENDAHULUAN

Tom baru-baru saja tamat dari seminari dan menerima pelayanan kependetaannya yang pertama secara purnawaktu. Gerejanya terletak dalam sebuah masyarakat desa yang kecil. Tom lahir dan tumbuh-kembang di kota besar, tetapi ia selalu berpikir bahwa akan menyenangkan hidup di alam pedesaan. Kini, ia mempunyai kesempatan untuk mengalami hidup di pedesaan Amerika.

Segera ia melihat bahwa ada perbedaan yang meyolok antara kehidupan perkotaan dan kehidupan pedesaan. Sikap, falsafah, dan pendekatan-pendekan terhadap kehidupan berbeda. Tom tidak pernah berharap bahwa akan ada perbedaan dalam daerah ini. Ia sadar bahwa beberapa penyusuaian diri perlu dilakukan.

Pada saat permulaan, Tom difrustrasikan oleh lingkungannya yang baru. Ia berusaha keras untuk membuat anggota-anggota jemaatnya menerima dan melakuan banyak hal seperti cara nya. Namun cara perlahan-lahan ia mulai menyadari bahwa ia perlu belajar sedikit-demi sedikit tata cara orang-orang pedesaan melakukan sesuatu. Ia menemukan bahwa jemaatnya mau menolong dia untuk “menyesuaiakan diri” dengan cara hidup mereka yang lain macam.

Tom dan jemaatnya mulai belajar-mengajar, satu dengan yang lain. Ia tidak pernah berpikir bahwa dalam menjalankan perubahan pikiran bahwa dalam menjalankan perubahan pikiran ada banyak kesenangan yang diperoleh. Ia akan selalu menghargai kemenagan-kemenangan yang indah saat-saat permulaan kependetaannya itu.

Bill adalah salah seorang kawan Tom yang sama-sama tamat dengannya; dua orang dengan latar belakang yang mirip. Bill dengan tak sabar menerima panggilan untuk menjadi pendeta di daerah pedesaan Amerika sangat berbeda dengan kawannya.

Seperti Tom, ia menemukan kehidupan pedesan sangat berbeda dari apa yang diharapkan. Ia segera menjadi frustrasi karena ketidak kemampunannya untuk berkomunikasi secara baik dengan jemaat. Ia nampak tidak menghargai mengapa mereka tidak mau mengikuti kepemimpinannya tanpa bertanya-tanya.

Setelah beberapa bulan frustrasi, ia mulai memberi jalan kepada keputus-asaan. Bill gagal untuk menyadari bahwa pendeta harus belajar dari jemaat. Ia tidak balajar bahwa saling bertukar pendapat dapat menjadi suatu pelajaran pengalaman untuk semua yang terlibat. Ia bersiap-siap untuk segera meninggalkan gereja pedesaan itu.

Pangalaman dua orang ini umumnya terjadi diantara para pendeta. Kependetaan saat-saat permulaan dari banyak anak muda dalam lingkungan masyarakat pedesaan. Banyak diantar pendeta-pendeta anak muda ini tidak mempunyai latar belakang pedesaan. Beberapa diantara mereka tidak pernah belajar bahwa gaya hidup pedesaan mempunyai kwalitas uniknya tersendiri.

Daerah pedesaan dan daerah perkotaan Amerika berbeda. Di daerah tertentu, perbedaan itu agak kabur, namun, di daerah lain perbedaannya nampak dengan jelas. Perbedaan-perbedaan itu mempengaruhi gereja dalam hidup bermasyarakat. Pendeta harus peka terhadap perbedaan ini. Ia mensti mampu membimbing jemaat supaya mereka tidak merasa bahwa mereka dipaksakan untuk membuat perubahan-perubahan. Juga, ia mesti menerima kenyataan bahwa ada lebih dari satu cara untuk melakuan suatu hal.

GERJA PEDESASAN DAN PERTUMBUHAN JEMAATNYA

Pad tahun 1940 dan 1950, masyarakat pedesaan di Amerika Serikat mulai mengalami perubahan-perubahan pertamanya yang nyata. Pengenalan peralatan pertanian modern menyisihkan sejumlah besar tenaga kerja pertanian, transportasi di kota-kota mulai dibuka; pekerja-pekerja pertanian mulai menganggur pergi mencari kesempatan-kesempatan kerja.

Pertanian menjadi firma usaha yang lebih mirip firma perkotaan keluarga kecil yang mengoperasikan pertanian kecil mulai berkurang. Pertanian-pertanian kecil diambil alih oleh pertanian yang berkepaital tinggi yang distafi oleh ahli-ahli pertanian yang terdidik. Ukuran populasi pertanian telah dan terus mundur dalam beberapa tahun.

Ketika pertanian-pertanian kecil mulai tidak nampak, populasi masyarakt pedesaan mulai berkurang pula. Sekolah-sekolah dan gereja-gereja masyarakat mulai mengalami pemunduran secara drastis. Karena tekanan-tekanan iuran, banyak sekolah setempat dibagunkan. Hanya gereja setempat yang tetap. Toko-toko umum untuk masyarakat terpaksa menutup pintunya.

Elsodus ke kota-kota merupakan kemungkinan lain yang anggap oleh masyarakat pedesaan itu sebagai salah satu jalan keluar dari tekanan-tekanan yang ada. Untuk pertama kali, banyak keluarga-keluarga yang terpaksa berpisah dengan anggota keluarga yang lain. Begitulah anak-anak para petani bertumbuh dewasa, banyak diantara mereka mulai meninggalkan tanah pertanian mereka mulai mencoba mencari kesempatan-kesempatan yang baik di kota. Jumlah kehadiran dalam gereja lokal terus menerus menurun. Banyak rumah-rumah sewa yang dibiarkan kosong oleh para eksudus mulai membusuk rusak.

Setelah beberapa tahun, masyarakat pedesaan mulai stabil kembali. Mereka berusah dengan keras untuk membuat yang terbaik dari keadaan mereka. Secara bertahap, mereka terbiasa kedalam rutinitas yang tetap.

Pada tahun-tahun belakangan masyarakat pedesaan mulai mengalami beberapa perubahan. Pada saat ini orang-orang mulai berimigrasi kembali ke daerah pedesaan. Kecendrungan ini mungkin akan terus berlanjut untuk beberapa tahun berikut. Perubahan-perubahan baru ini menciptakan penyesuaian baru bagi masyarakat pedesaan.

Beberpa faktor telah disumbangkan pada kecendrungan baru ini, Industri-industri kecil mulai berlokasi di daerah masyarakat pedesaan. Beberapa orang diantara mereka yang sebelumnya telah pindah ke beberapa kota, kini kembali untuk bekerja pada pabrik setempat. Beberapa orang dari antara mereka yang telah memperoleh pekerjaan di kota-kota itu tidak suka hidup di kota. Tersedianya kendaraan bermotor dan jalan yang beraspal licin merupakan jawaban terhadap keadaan mereka yang menyedihkan. Beberapa orang dari antara mereka sanggup untuk pulang ke daerah pedesaan sambil tetap bekerja di kota. Karena sarana transportasi yang memungkinkan, mereka dapat setiap kali berangkat ke kota untuk bekerja sora pulang lagi ke tempat mereka di daerah pedesaan.

Urbanisasi telah mendatangi pedesaan Amerika melalui kelistrikan, telefon, televisi, alat-alat modern lainnya, dan perubahan yang semakin baik. Jalan-jalan yang semakin baik memungkinkan para petani memasarkan produksi pertanian lebih cepat. Juga, hal itu semakin memudahkan para petani untuk berbelanja di toko-toko kota besar.

Perubahan-perubahan adat kebiasaan pedesaan

Re-eksodus, kembali ke daerah pedesan telah menyebabkan beberapa perubahan kultur pada beberapa tahun di muka. Dari sekian perubahan, beberapa diantaranya akan tidak muda diterima; mereka yang telah hidup di dalam masyarakat itu untuk sekian tahun lamanya akan menentang perubahan.

Orang banyak yang pindah ke daerah masyarakat pedesaan membawa bersama mereka adat kebiasaan kota mereka. Mereka berusaha agar masyarakat pedesaan itu menerima nilai-nilai adat kebiasaan mereka. Mereka mempunyai banyak pengaruh dalam masyarakat itu. Tetapi radio dan televisi mempunyai pengaruh yang paling banyak dan merangsang perubahan adat kebiasaan pedesaan.

Sekolah-sekolah mempunyai pengaruh yang penting dalam beberapa perubahan adat kebiasaan. Buku-buku teks tidak selamanya menggambarkan kehidupan pedesaan; buku-buku itu lebih menggambarkan kehidupan pendatang modern. Kebanyakan guru dalam masyarakat pedesaan tidak berbagi-membagikan adat kebiasaan tradisional pedesaan. Mereka ingin mendorong masyarakat pedesaan merubah adat kebiasaan mereka lebih mirip adat kebiasaan para pendatang.

Pengaruh televisi terasa begitu kuat dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan adat kebiasaan ketimbang bentuk-bentuk media massa lainnya. Televisi telah membatu membentuk suatu “pemikiran massa” dengan membawa semua golongan masyarakat semakin rapat satu sama lain. Hal itu mendesakan tekanan pada seluruh adat kebiasaan Amerika Serikat untuk menyesuaikan diri dengan patokan tertentu. Komunikasi massa ini telah menyebabkan seluruh masyarakt kehilangan banyak jati-diri adat kebiasaan setempat mereka.

Pemunculan perubahan adat kebiasaan ini dan yang lain telah menyebabkan beberapa ketegangan di antara orang-orang pedesaan. Banyak diantara mereka mencoba memelihara suatu suasana “kedaerahan”, tetapi hal itu telah terwujud. Mereka menolak upaya-upaya dari mereka yang ingin membawah perubahan adat kebiasaan. Secara bertahap, penolakan itu akan mulai melemah; perubahan-perubahan adat kebiasaan akan mulai dapat diterima oleh masyarakat pedesaan Amerika.

Perubahan-perubahan Gereja Pedesaan

Seluruh perubahan-perubahan ini, yang terjadi dalam masyarakt pedesaan, dengan kuat mempengaruhi gereja pedesaan. Selama kemunduran jumlah penduduk bertahun-tahun, beberapa gereja kecil terpaksa tutup pintunya. Gereja-gereja yang agak besar masih mampu bertahan. Tetapi kemampunan pelayanan yang efektif mereka terhadap masyarakat telah sama sekali menjadi lemah.

Gereja-gerja pedesaan nampaknya menyerahkan diri mereka sendiri kepada kekalahan mereka. Mereka telah mencoba untuk berbuat sesuatu sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan mereka. Kemampuan yang paling besar bagi kebanyakan gereja-gereja ini terjadi selama jangka waktu dua jam antara pukul sepuluh hingga tengah hari di hari Minggu. Ada beberapa kegiatan kecil lainnya pada sepanjang sisa hari Minggu itu. Gereja-gereja itu belajar untuk bertahan hidup dengan jenis program pengganti yang memerlukan hanya sedikit dana. Dana utama dipergunakan untuk tunjangan pendeta atau gembala jemaat. Sedikit saja perubahan terjadi selama tahun-tahun penurunan jumlah penduduk ini.

Ketika sedikit diantara gereja-gereja pedesaan mulai mengalami pertumbuhan, mereka belum siap untuk itu. Dalam beberapa contoh, penduduk setempat mencoba untuk menekankan pertumbuhan itu. Umat kembali ke masyarakat pedesaan yang dilabeli “pendatang-pendatang baru”. Pendatang-pendatang baru dipandang oleh penduduk setempat sebagai tantangan maupun ancaman. Gereja-gereja setempat terdiri atas keluarga-keluarga petani yang akrab satu sama lainnya. Para pendatang baru hanya punya sedikit pertalian atau sama sekali tidak dengan daerah pedesaan itu; pekerjaan mereka berada di luar masyarakat itu. 

Para pendatang baru ini diterima dengan sopan tatkala mereka menghadiri gereja. Malahan mereka diundang untuk kembali lagi dan beribadah. Tetapi kebanyakan gereja bergerak lambat dalam menghisabkan para pendatang baru ke dalam kegiatan-kegiatan gereja. Para pendang baru itu ke dalam kegiatan-kegiatan gereja. Para pendatang tidak boleh mengambil tempat pelayanan pemimpin. Mereka yang telah lama tinggal dan hidup di daerah pedesaan tersebut mempunyai sikap “lihat dan tunggu” terhadap para pendang baru itu.

Gereja pedesaan selalu lamban dalam memprakarsai perubahan di dalam dirinya. Kebanyakan perubahan yang terjadi bermakna luaran. Barangkali kebanyakan perubahan yang siap diterima berada di dalam area pendidikan. Sekolah merupakan lembaga yang sangat penting dalam masyarakat pedesaan. Hanya gereja dan keluarga yang sejajar dengan lembaga.

Kemajuan dalam pendidikan sekuler menarik perhatian bagi keperluan untuk kemajuan pendidikan Kristen. Karena anggota yang berjenjang terdidik semakin bertambah. Dan mereka menjadi semacam sering gereja. Gereja-gereja mulai mencari pendeta yang berpendidikan sekolah tinggi. Tindakan gereja itu mulai menekan para pendeta untuk mengembangkan pendidikan mereka sendiri.

Tentu saja ada perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam gereja pedesaan. Perubahan-perubahan ini akan didiskusikan pada bagian-bagian lain tulisan ini. Namun untuk sementara, perlu diketahui bahwa pedesaan Amerika telah menanggulangi banyak perubahan yang begitu mempengaruhi gereja-gereja pedesaan.

Perubahan-perubahan ini akan berjumpa dengan berlawanan. Permulaan bagi gereja-gereja pedesaan untuk menghadapi tantangan yang akan dibawah oleh perubahan-perubahan ini. Gereja akan menghadapi secara nyata. Mereka akan mendapatkan pemecahan bagi mereka yang tetap memelihara firman Allah yang kudus.

Kebanyakan gereja-gereja pedesaan mananggapi perubahan masyarakat mereka dengan imajenasi dan tenaga. Mereka mencoba menilai perubahan-perubahan yang terjadi untuk menentukan perubahan mana berguna bagi gereja. Inilah macam sikap yang diperluakan oleh semua gereja untuk menghadapi tantangan perubahan masyarakat. 

Catatan Redaksi: Dari sudut tunjaun geopolitik, barangkali artikel ini tidak terlalu pas dengan kondisi pedesaan Indonesia. Namun prinsip-prinsip pendekatan terhadap perubahan nilai-nilai dalam masyarakat pedesaan, mengingat pengaruh-pengaruh media massa yang semakin membanjiri daerah pedesaan kita di masa kini, artikel di atas dapat dijadikan bahan telaah untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang bakal terjadi dengan masyarakat pedesaan kita di masa yang akan datang. Daerah pedesaan Amerika telah merasakannya beberapa puluh tahun silam. Pedesaan Indonesia boleh jadi tidak akan lama lagi merasakannya. Bagaimana kita menghadapinya?

Kenneth C. Theasher adalah pendeta dari Gereja Baptis Winterboro, di Winterboro, Alabama, Amerika Serikat. Ia lahir dan dibesarkan di Sand Mountain. Selama masa permulaan kanak-kanak, ia menghadiri sebuah Gereja Baptisdi sebuah desa kecil. Ia telah menjadi pendeta dibeberapa gereja di Alabama.

Dr. Tharsher menerima B.S nya dari William Carey College, Hettiesbrug, Missippi. Ia menerima M.Div nya dari Southeastern Baptist Theological, Wake Forest, North Carolina dan D.Min nya dari Luther Rice Seminary, Jecksonville, Florida, Artikel di atas diterjemahkan dari salah satu pasal dalam bukunya yang berejudul The Complex Ministry of Rural Church Pastors, terbitan AMG Publisher, Chattanoga, 1984.

Kenneth C, Thasher

 

“Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” (Yak 4:10)
Kadangkala kita mengalami perasaan tertekan karena berbagai peristiwa dalam kehidupan.  Perasaan ini juga dialami rasul Paulus ketika ia mengatakan “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” (2Kor 4:8-9).

 Ketika kita mengalami hal yang sama ingatlah apa yang diucapkan Raja Daud saat ia menulis “Jika aku berada dalam kesesakan, Engkau mempertahankan hidupku; terhadap amarah musuhku Engkau mengulurkan tangan-Mu, dan tangan kanan-Mu menyelamatkan aku.” (Maz 138:7).

Oleh karena itu kita tidak perlu patah semangat dalam menghadapi setiap kesulitan. Ketika rasul Paulus merasakan tekanan hidup ia memiliki ketegaran yang mana kitapun diharapkan memiliki ketegaran yang sama. “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.  Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.  Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2Kor 4:16-18).

Akhirnya, “rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1Pet 5:6-7).

Pastor Allen

Ada seorang laki-laki tua yang kemanapun ia pergi selalu membawah kaleng kecil berisi minyak. Jika ia melewati sebuah pintu yang berderit, ia mengolesi engsel-engselnya dengan sedikit minyak. Jika sebuah pintu gerbang yang sulit dibuka, ia meminyaki engselnya. Demikian ia melewatkan hidupnya dengan meminyaki semua tempat yang sukar dan membuatnya menjadi lebih mudah bagi mereka yang datang setelah dia. Orang menyebutnya eksentrik, aneh, menjengkelkan, dan nama-nama lain sejenis itu. Tetapi laki-laki tua itu terus saja, mengisi kembali kalengnya dengan minyak kalau sudah mulai kosong dan meminyaki tempat-tempat yang sukar dibuka jika ditemukannya. Ia tidak menunggu hingga ia menemukan sebuah pintu yang berbunyi keriat-keriut atau engsel yang karat, baru pulang ke rumah untuk mengambil minyaknya, tapi ia membawa minyak itu di dalam kaleng bersama-samanya. Ada banyak kehidupan yang berkeriat-keriut dan diperlakukan dengan kasar hari demi hari. Mereka butuh lumasan dengan minyak kebaikan, kelembutan atau perhatian. Kaleng minyak itu terutama merupakan salah satu hal yang memberi ciri kepada kepercayaan Kristiani. Kaleng minyak serupa itu yang Yakobus inginkan kita bawa sepanjang waktu. (Majalah Berita Mimbar)

ILUSTRASI

 Suatu saat seorang anak muda datang kepada filsuf besar Sokrates untuk minta dilatih kefasihan berpidato. Pada saat anak muda itu memperkenalkan diri, dia mulai berbicara. Beberapa saat berlangsung kata-katanya mengalir deras tak terputus-putus. Ketika Sokrates mendapatkan giliran, ia berkata, “Anak muda, saya akan menarik ongkos ganda kepadamu.” “Ongkos ganda, mengapa begitu?” Tanya murid itu. Guru menjawab,  “Saya akan mengajari engkau dua ilmu pengetahuan. Pertama, bagaimana mengendalikan lidah anda, dan kemudian, yang kedua, bagaimana mempergunakannya.” Apakah kedua hal tersebut merupakan seni yang harus dipelajari, terutama bagi orang Percaya. (Majalah Berita Mimbar)

Selama masa ketika perdagangan budak masih tetap  dipraktekkan di beberapa tempat di selatan,  seorang anak muda yang gagah dilelang.  Penawaran semakin menarik.  Akhirnya,  seseorang dari Ingris memenangkan lelangan itu.  Hamba muda itu lalu mencaci dia,  “Ha,  anda membeli seorang budak ketika perbudakan di Inggris telah dihapus.”  Namun,  si pembeli menjawab,  “Saya membeli kamu untuk membebaskanmu.  “Hamba muda itu tersentuh perasaannya.  Ia berkata lagi, “Saya rela menjadi hamba tuan untuk selamanya.

(Majalah Berita Mimbar)

ILUSTRASI

Suatu ketika sebuah surat kabar di London menawarkan hadiah bagi pemenang sayembara yang bisa mendefinisikan secara paling baik tentang uang.   Hadiah itu kemudian diberikan kepada seorang anak muda yang mendefenisikan uang sebagai berikut:  “Uang adalah suatu barang yang bisa dipergunakan sebagai passport universal untuk pergi kemana saja, kecuali ke sorga dan dapat digunakan untuk membeli segala sesuatu, kecuali membeli kebahagiaan                                                  

-Majalah Berita Mimbar

Sir Walter Raleigh dengan tak putus-putusnya mengajukan permohonan kepada ratu Elizabeth demi kepentingan orang hukuman.  Suatu kali ratu berkata kepadanya:  “Sir Walter,  kapan anda akan berani menjadi pengemis?  “Jika yang mulia berhenti menjadi pemberi,  “jawab Sir Walter Raleigh.  Suatu jawaban yang bijaksana.  Oh betapa mengherenkan untuk mengetahui bahwa Allah adalah sumber berkat yang tak pernah habis!

(Majalah Berita Mimbar)

Spiros Zodhiates

Pijakan firman : Galatia (4:4). “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada Hukum Taurat”

Natal bukanlah sesuatu yang dapat dianggap sebagai peristiwa sebab-akibat dalam sejarah dunia. Natal merupakan peristiwa yang telah diprogramkan oleh Allah sendiri. Meskipun Allah tidak mempunyai komputer sebagaimana yang kita kenal sekarang, namun Ia adalah pribadi yang berintelegensi, dan Ia adalah satu-satunya yang telah memberikan kepada manusia kecerdasan untuk merekayasa komputer. Kalau ia memungkinkan kita mempunyai kemampuan seperti itu, Ia tentu saja memilikinya untuk diri-Nya sendiri. Ia adalah Guru Besarnya para guru besar pemogram.
Mengapa Allah Bapa tidak mengutus AnakNya ke dalam dunia lebih dini, sebelum olehNya atau apakah Dia pada waktu tertentu secara tak terduga

  1. Apa arti “genap waktunya”

Apa maksud Paulus dengan ungkapan “genap waktunya”? Kata genap dalam bahasa Yunani adalah pleroma yang berasal dari pleroo, membuat genap, membuat penuh, dan kata sifat pleres yang artinya penuh, berisi, sempurna. Kata itu bisa mempunyai makna aktif sebagaimana dalam Matius 9:16 dan Markus 2;21. Kata itu dapat bermakna sesuatu yang ditempatkan untuk menutupi suatu kesenjangan, atau sebuah lobang pada pakaian. Dalam pengertian pasif, sebagaimana dalam 1 Korintus 10:26, “bumi serta segala isinya” (kata “segala” diterjemahkan dari pleroma = kepenuhan.

Apa bedanya kalau saat masuknya Yesus Kristus ke dalam dunia ini berbeda? Dalam hal itu, nubuatan Daniel ihwal waktu masuknya Tuhan Yesus sebagai Mesias Raja ke dalam Yerusalem sebelum kematianNya akan tidak tepat dan ini membuat Firman Allah akan didiskreditkan.

Ini yang Daniel 9:25, 26 katakan; “Maka ketahuilah dan pahamilah; dari saat firman itu keluar, yakni bahwa Yerusalem akan dipulihkan dan dibangun kembali, sampai pada kedatangan seorang yang diurapi, seorang raja ada tujuh kali tujuh masa; dan enam puluh dua kali tujuh masa lamanya kota itu akan dibangun kembali dengan tanan lapang dan paritnya, tetapi di tengah-tengah kesulitan (kembalinya orang-orang Israel dari pembuangan). Sesudah keenam puluh dua kali tujuh masa itu akan disingkirkan seorang yang telah diurapi (kematian Kristus), padahal tidak ada salahnya apa-apa…”
Itulah pemenuhan nubuatan yang mestinya membuat setiap orang yang tidak percaya berdiri dan menaruh perhatian. Kelahiran Kristus menunggu penggenapan waktu, tepat pada saat yang telah ditentukan. Itu sudah dirancang oleh Allah sendiri. Dan Allah tidak berbuat kesalahan.

Kata “waktu” adalah chronos yang merujuk pada durasi (lamanya), waktu yang abstrak, yang dirasakan dan diukur dengan turutan/rangkaian obyek dan peristiwa.

  1. Kegenapan waktu

Dalam Efesus 1:10 Paulus mempergunakan ungkapan “kegenapan waktu”, tapi kata yang dipergunakan untuk “waktu” bukan chronon, bentuk jamaknya chronos, waktu, sebagaimana digunakan dalam Galatia 4:4, tetapi kairon, bentuk jamaknya kairos, musim, kesempatan,”…. sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.” (Efesus 1:10).

Galatia 4:4 menyatakan bahwa pada waktu yang tepat, cocok, bukan pada waktu sembarangan, “Allah mengtus AnakNya.” Kata Allah didahului kata sandang tertentu yang mengindikasikan kata itu mewakili Allah Bapa. Yesus ketap kali menegaskan bahwa Bapa (Matius 10:40; Markus 9:37; Lukas 10:16; Yohanes 3:17; 34, 5:36, 38; 6:29, 57; 7:29; 8:24; 10:36; 11:42; 17:3, 8:18:1, 21, 23, 25;20:21).

Ini tidak berarti bahwa sang Anak adalah utusan yang lebih rendah dari pengutus. Yesus Kristus mengkalim diriNya setara dengan Bapa. “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yohanes 10:30).
Tapi, Yesus yang sama juga mengakui bahwa di dalam keberadaaNya sebagai Anak manusia untuk merampungkan tugas yang telah dirampungkan kepadaNya, Dia lebih rendah dari Sang Bapa. Bapa lebih besar dari diriNya. KarenaNya Ia mengakui Bapa sebagai yang mengutus Dia (Yohanes 14:28).

Tetapi kata kerja dalam Galatia 4:4 bukan apestelein, bentuk aorist dari apostello, melainkan exapesteilen ex atau ek, yang artinya keluar dari. Hal ini menunjukkan kemesraan, kedekatan yang luar biasa antara Dia yang mengutus dan Dia yang diutus. Dia yang telah diutus, keluar dari pangkuan Dia yang mengutus, Bapa (Yohanes 1:18). Dia yang senantiasa berada dipangkuan sang Bapa telah diutus keluar dari pangkuan sang Bapa telah keluar dari pangkuan sang Bapa untuk merampungkan pekerjaan penebusan.
Kata kerja exapostello yang sama dipergunakan juga dalam Galatia 4:6 keluar dari diriNya sendiri “Roh AnakNya” untuk masuk ke dalam hati kita dan memampukan kita berseru, “ya Abba, ya Bapa.

  1. Selaku Allah Anak, Kristus datang ke dalam dunia

Kristus di dalam inkarnasiNya tidak hanya mengklaim bahwa Ia telah diutus, tetapi juga bahwa Ia telah datang secara sukarela ke dalam dunia, yang tidak pernah dapat dikatakan kepada siapa pun juga yang pernah lahir didunia ini.

Mengapa tidak anda buat Natal ini sebagai peristiwa terbesar dalam kehidupan anda? Akuilah dan bertobatlah dari dosa dan terimalah kedatangan Kristus ke dalam dunia ini sebagai satu-satunya pengharapan anda untuk memperoleh keselamatan.

Pendahuluan memutuskan untuk mengutus AnakNya ke dunia? Mengapa Allah Bapa tidak mengutus AnakNya ke dalam dunia lebih dini, sebelum waktu sebenarnya Ia datang? Apakah waktunya telah ditetapkan sebelumnya olehNya atau apakah Dia pada waktu tertentu secara takterduga memutuskan untuk mengutus AnakNya ke dunia?

Di dalam Galatia 4:4″genap waktunya” berarti saat yang cocok dan tepat bagi kedatangan Kristus ke dunia. Allah telah menyiapkan dasar pengutusan AnakNya ke dalam dunia. Ia tidak mengutusNya pada tahun atau hari yang terlalu dini atau terlalu lambat dari saat semestinya Ia harus diutus.

  1. Waktu dari kelahiran Kristus memperkuat kredibilitas Alkitab
  2. Nubuatan Daniel

Bagaimana hal ini diperhitungkan secara kronologis? Saat Artaxerxes Longimanus mengeluarkan dekritnya untuk membangun kembali tembok Yerusalem adalah hari keempatbelas bulan Maret (Nisan) tahun 445 sebelum Masehi (Nehemia 2:1). Untuk membangun kembali tembok Yerusalem dibutuhkan waktu 49 tahun. Ini berarti tembok itu selesai dibangun pada 396 sebelum Masehi. Kalau kita menambahkan 38 tahun kepada 396 kita mendapat 434 tahun yang mengarahkan kita pada tahun penyaliban Kristus. Ini berarti Kristus berusia 38 tahun. Padahal kita tahu bahwa Ia hidup hanya sampai 33 tahun. Perbedaan kelebihan 5 tahun ini terjadi karena perbedaan 5 hari per tahun antara kalender barat yang didasarkan atas tahun matahari, sementara kalender Yahudi yang didasarkan atas tahun bulan yang hanya mempunyai 360 hari. Karena itu, angka 38 ini mesti dikurangi 5, dan kita mendapat 33 (tahun 33 M). Hari keempatbelas bulan Nisan (Maret) tahun 33 M, adalah hari dimana Kristus memasuki Yerusalem sebagai Raja, empat hari sebelum Ia mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita.

Dari kata ini didapatkan kata “chronometer” (Ing), arloji untuk mengukur waktu tanpa rujukan apapun kepada penggunaan keadaan waktu. Chronos kontras dengan kata Yunani lain, kairos, yang merujuk pada musim atau waktu menurut adanya peristiwa tertentu, kesempatan.

“Genap waktunya” dalam Galatia 4:4 adalah penyelesaian kronologi. Rencana Allah mengatakan bahwa Yesus lahir pada tanggal yang telah ditetapkan, dan bahwa setelah 483 tahun (69×7 masa) dari sejak dikeluarkannya dekrit untuk membangun kembali tembok Yerusalem, Yesus akan memasuki Yerusalem sebagai Messiah Raja. Hal ini menunjukkan bahwa, kelak pada suatu waktu, pada akhir dari masa ketujuh puluh, Ia akan memasuki Yerusalem Baru dimana Ia menjadi Rajanya untuk selama-lamanya. (Daniel 9:26; Wahyu 11:2,3;12;14; 13:5-7; 19:11-21; serta Wahyu dalam masa (dispensasi) gereja, yaitu kronologi tak berkuantum (Efesus 3:2-7; Kolose 1:24-29). Masa ketujuh puluh, suatu periode tujuh tahun, akan di mulai kalau, orang-orang percaya yang telah dibangkitkan dan diubah, terangkat ke awan-awan oleh kedatangan Yesus ( 1 Tesalonika 4:15-17).

Disini maknanya adalah penggenapan kesempatan-kesempatan . Ini artinya bahwa Allah akan menuntut perhitungan managemen ihwal bagaimana kita mengisi kesempatan yang telah dipercayakan kepada kita, menghitung keseluruhannya dengan apa arti semuanya itu bagi Kristus di sorga maupun di bumi. Pada waktu yang telah ditunjuk, sang Bapa mengutus AnakNya masuk ke dalam dunia langsung dari pangkuanNya.

Dalam semua rujukan ikwal pengakuan Yesus Kristus bahwa Sang Bapa telah mengutus Dia ke dalam dunia kata kerja yang dipergunakan adalah aposetello, diutus keluar dari. Dan kata kerja inilah kata benda apostolos (rasul) berasal. Rasul adalah seorang utusan, seseorang yang mewakili orang yang mengutus Dia dan tidak pernah kehilangan hubungan dengan orang yang mengutusnya. Itulah sebabnya Yesus secara konsisten mengatakan, “Aku berkata kepadamu sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri; sebab apa yang dikerjakan Bapa tidak juga yang dikerjakan Anak.” (Yohanes 5:19, 36; 10:15). “… supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” (Yohanes 10:38; 14:11,20).

“Biarpun Aku bersaksi tentang diriKu itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan kemana Aku pergi.” (Yohanes 8:14). Ia membicarakan kematianNya sebagai saat kemuliaanNya ke dalam mana Ia sendiri datang (Yohanes 12:23, 27). Meskipun Yesus diutus oleh Bapa, namun Dia sudah berada bersama-sama Bapa sejak dari semula, dan bahwa Ia dengan sukarela datang kedunia untuk menyingkapkan Bapa. “Dialah yang menyatakanNya,” (Yohanes 1:18). Kata kerja yang diterjemahkan “menyatakan” ialah exegesato dari mana kata exegesis berasal, yang artinya bahwa Ia datang untuk membuat Allah dapat kenal, dapat dimengerti. Yesus Kristus datang ke dalam dunia ini untuk dua maksud, pertama, untuk menceritakan kepada kita bahwa Allah bukan sekedar pribadi yang harus ditakuti, tetapi juga harus diterima sebagai Bapa yang mengasihi yang tidak menyesal mengirimkan AnakNya sendiri keluar dari pangkuanNya. Dan kedua, bahwa Dia sendiri (Yesus) tidak menyesal datang ke dalam dunia untuk mati menebus orang-orang berdosa seperti saya dan anda. “…Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan diantara mereka akulah yang paling berdosa,” tulis Paulus dalam 1 Timotius 1:15. Kalau anda tidak dapat mengatakan demikian terhadap kedatangan Kristus ke dalam dunia ini, Natal sama sekali tidak bermanfaat, meskipun anda merayakannya sebagai peristiwa sejarah besar dan mengakuinya setiap kali anda menulis sebelum Masehi atau sesudah Mase

Spiros Zodhiates


“…. maka sia-sialah pemberitaan kami …..” ( 1 Korintus, 15: 14b).

Seorang petani suatu kali membarter sekeranjang kacang dengan beberapa buku yang ia inginkan. Setelah petani itu berlalu, sipemilik toko membuka selongsong satu buah kacang, dan didapatinya selongsong itu kosong. Dia buka satu lagi, satu lagi, satu lagi dan satu lagi – – akhirnya ia dapatkan semua selongsong itu tidak berisi. Apa gunanya selongsong kacang yang melompong, tidak ada biji atau intinya? Dengan demikian pula jadinya khotbah-khotbah apostolik kalau tidak ada kebangkitan, “Andaikata Kristus tidak dinamgkitkan,  maka sia-sialah pemberitaan kami ..”  tulis Paulus.

Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “sia-sia” dalam ayat 14 adalah kenon (nominatif [bentuk kata benda yang berfungsi sebagai subjek ] netral tunggal dari kenos] dan kenee (nominatif feminin tunggal). Ayat 17 mengulang kembali bagian kedua dari ayat 14, dengan kekecualian bahwa kata Yunaninya bukan kenee tetapi mataia. Pengulangan itu mempunyai maksud tertentu. Kenos (ee) artinya “kosong, hampa, ketiadaan kenyataan,” Mataios (a) artinya, “tiada hasil, tak berbuah, gagal.” Kata yang kedua ini juga adalah kata yang sama dengan yang digunakan dalam Titus 3:9, “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percecokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia(mataioi) belaka,”

“ Maka sia-sialah pemberitaan kami,” Kata pemberitaan disini adalah keerugma, yang penyampaian khotbah tetapi isinya. Pemberitaan atau khotbah kita akan hampa kalau Kristus tidak bangkit. Kalau kasusnya demikian, mengapa susah-susah berkhotbah,atau memberitakan injil? Perhatikan bahwa Paulus tidak mengatakan “pemberitaanku” tetapi”pemberitaan kami”, yang sekali lagi menekankan kebulatan suara para rasul yang telah ia nyakandalam ayat 11: “Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kamu menjadi percaya,”  Ia mau orang-orang Korintus menyadari bahwa ini bukan sekedar simpulan semua rasul yang lebih tua, yang telah melihat Yesus dibumi, dan lebih istimewa setelah kebangkitanNya. Kalau Kristus tidak bangkit dari kubur, maka pemberitaannya dan pemberitaan rasul-rasul lain akan laksana orang selongsong kacang yang hampa, – pemberitaan mereka hanya sekedar kata-kata dan frase melompong tanpa substansi atau jiwa. Dalam kenyataannya, meskipun orang-orang Korintus yang menolak kebangkitan umum itu tidak bermaksud melempar cercaan apapun terhadap pengajaran para rasul, tapi lebih kurang membawanya pada sama sekali kehilangan kepercayaan. Mereka tidak menyadari bahwa dengan implikasi itu mereka memproklamirkan kepada dunia bahwa pengajaran para rasul hanya merupakan suatu mimpi kosong.

 Merupakan kewajiban Paulus untuk tidak mencurangi mereka, sebagaimana semua pelayanan Injil yang setia tidak mencurangi siapapun yang membantah bahwa tidak ada kebangkitan. Karena sangkalan mereka secara logis termasuk kebangkitan Kristus, maka akan fatal bagi keyakinan para rasul untuk menjadi guru-guru penyataan Allah yang serius. Karena kalau ada satu kebenaran yang dengannya para rasul mempertaruhkan kebanggaan mereka sebagai pesuruh-pesuruh Allah, kebenaran itu adalah bahwa Kristus telah bangkit dari kematian. Kebangkitannya merupakan instrumen yang dengannya mereka dapat berhasil membuka jalan bagi perhartian umat. KebangkitanNya merupakan bukti terhadap kebenaran yang mereka bicarakan; yang sesungguhnya merupakan bagian yang paling penting dari apa yang selama ini mereka beritakan.

 Dua bulan berlalu sejak kebangkitan Kristus sebelum para rasul mulai memberitakannya, dengan kepercayaan manusia yang mengetahui bahwa mereka tidak akan dengan berhasil disangkal, dan bahwa pernyataan mereka dapat disidik kebenarannya. Seseorang dapat menjadi rasul hanya kalau ia telah melihat Kristus yang bangkit hingga menunjang kesaksian pribadi mereka dalam mengkhotbah fakta bahwa Kristus telah bangkit dari kematian. Dan tatkala Matias dipilih untuk menempati posisi lowong yang ditinggalkan Yudas, Petrus mendefinisikan pekerjaan rasul : “..menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitanNya” (KPR 1:22).

Kita dapati bahwa khotbah pemberitaan Paulus dan Petrus mencerminkan hal ini. Pokok dari keseluruhan khotbah pertama yang pernah disampaikan Petrus dalam Gereja Kristus, tatkala ia dikelilingi oleh sebelas rasul lain pada hari Pentakosta, adalah kebangkitan, yang harus disaksikan olehnya dan oleh semua rasul disaksikan olehnya dan oleh semua rasul, sebenarnya telah dinubuatkan oleh Daud dalam Mazmur 16 (KPR 2:22-36).

Lagi pula, bagaimana Petrus dapat menjelaskan mujizat penyembuhan menjelaskan mujizat penyembuhan seorang lelaki pincang di Gerbang Indah Bait  Allah, kepada dua alamat yang ia khotbahi, pertama kepada kerumunan penonton, dan berikut ketika ia ditangkap dan dibawa kehadapan Sanhedrin? Dalam kedua kesempatan ia menunjuk mujizat itu sebagai wujud penyataan kuasa Yesus Kristus; yang hidup karena bangkit dari kematian, yang bangkit kembali kendati dibunuh di kayu salib (KPR 3:12-16; 4:8-12).

Kebangkitan Yesus merupakan petunjuk bagi misteri yang begitu membingungkan orang-orang Yahudi dan tua-tua mereka, bahwa orang-orang miskin yang tidak terpelajar dapat mengerjakan mujizat-mujizat seperti itu dan memenangkan pengaruh sedemikan luas. Lagi, ketika terjadi sejumlah besar orang bertobat, dan para rasul ditangkap untuk kedua kalinya dan dituduh telah memenuhi Yerusalem dengan doktrin mereka, apa pembelaan Petrus? Ia mengatakan bahwa para rasul tidak dapat menahannya; kebangkitan itu adalah suatu kenyataan yang didesakkan terhadap mereka. “Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: ’Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh” (KPR 5:29-30).

Spiros Zodhiates

“Demikianlah hendaknya orang memandang kami, sebagai hamba-hamba Kristus yang kepadanya dipercayakan rahasia  Allah  “ (I Korintus 4:1)

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa tidak ada seorang pun yang dapat berdalih bahwa ia tidak mengenal Allah, karena Ia dengan jelas dapat dikenali dalam ciptaan-Nya [Roma 1:20]. Dan dengan cara yang sama pembaharuan jiwa dapat dikenali oleh orang lain melalui melihat akibat-akibat dalam kehidupan seseorang itu. Apa itu Allah ? Tidak seorang pun yang dapat secara memadai mendefinisikan sifat-sifat-Nya. Apa itu pembaharuan ? Tidak seorangpun dapat mendifinisikan dalam sifat-sifatnya kecuali dengan akibat akhir dalam kehidupan seseorang.

Seorang guru misionari menceritakan ihwal seorang perempuan Jepang yang bertanya kepadanya bagaimana sekiranya gadis-gadis yang cantik yang diterima oleh sekolahnya. “Mengapa tidak?” timpalnya, “Kami menerima semua gadis yang datang kepada kami.” “Tetapi” lanjut perempuan itu,”seluruh gadis anda nampak sangat cantik” “ Itu karena kami mengajarkan kepada mereka nilai jiwa mereka dalam pandangan Allah,” guru itu menjelaskan ,” dan ini yang membuat wajah mereka begitu cantik” “Baiklah” kata perempuan Jepang itu,” Saya tidak mau anak perempuan saya menjadi seorang Kristen, tetapi saya ingin mengirim anak perempuan saya itu ke sekolah anda supaya hal yang sama juga nampak pada wajahnya.

Kita tahu bahwa seseorang yang telah lahir kembali, bukan karena kita dapat menemukan kebenaran atau kenyataan pembaharuan itu pada suatu tempat pada tubuh mereka, tetapi karena kita dapat melihat buah-buah Roh yang membaharui mereka. Kita menanam benih di dalam tanah dan pada waktunya kita melihat pohon. Kita tidak dapat benar-benar menjelaskan proses itu, tetapi kita dapat melihat hasilnya. Hal itu merupakan suatu misteri namun suatu kebenaran, kenyataan.

Kebangkitan dari kematian merupakan fakta lain atau pernyataan lain yang nampak bertentangan dengan pengalaman kita, atau tidak kesesuaian. Apapun misteri yang dicentelkan kepada pokok ini –dan tidak dapat disangkal ada banyak—timbul dari keberadaannya diluar kemampuan kita dan pengamatan kita. Kita tidak mengetahui secara pasti makna apa kebenaran ini termasuk atau tercakup. Jelas tidak ada kemungkinan di dalamnya. Kuasa yang sama yang telah membentuk tubuh kita dapat dengan nyata merekonstruksinya. Keprigelan yang sama yang telah memelihara jati diri mereka melalui kehidupan dapat menanamkannya kepada tubuh kemuliaan pada kebangkitan. Itu merupakan kerja yang jauh melampaui kuasa manusia, mengatasi akal budi manusia. Itu merupakan bidang operasi Allah ke dalam mana kita tidak dapat masuk, dan jalan itu akan disempurnakan di antara rahasia-rahasia Allah sendiri.

Hanya andaikata tanam-tanaman tidak kita tahu, dan kita mengatakan keberadaannya di planet lain, kita akan mendapati hal itu sangat sulit untuk dipahami.

Tanam-tanaman itu muncul, bertumbuh, menguncup, berbunga, dan memberikan buah; bahwa buah ini, jatuh ke bumi, dan menjadi rusak dan mati dan pasti hidup kembali, melestarikan keberadaannya, merupakan fakta yang akrab dengan semua kita. Tetapi itu tidak lebih kurang menakjubkan dan mengherankan. Hal itu merupakan misteri yang besar dalam proses dengan mana perubahan bentuk ini disempurnakan. Itu merupakan misteri besar sebagaimana yang terjadi dengan kebangkitan tubuh manusia.

Kesulitan dalam kasus tanaman tidak akan cukup untuk menyebabkan saya untuk menyangsikannya dalam hal bukti pengertian saya, bagaimanapun. Tak ada misteri yang menyangkut kebangkitan tubuh tidak akan cukup untuk menyebabkan saya menyebut Allah sebagai pendusta, atau untuk mencoba menaruh batas antara apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin. Saya tahu bahwa sama-sama mudah bagi Allah untuk menciptakan dunia sebagaimana Ia menciptakan serangga yang paling kecil yang mengapung di udara.

Kita tidak seharusnya memperkecil unsur-unsur misteri yang mengiringi pewahyuan, karena misteri itu benar-benar cenderung untuk menambah kemujaraban Injil. Sasaran Injil adalah mendamaikan manusia kepada Allah—tentu saja tidak dalam hubungan yang sama, tetapi sebagai pelaku pemberontakan diperdamaikan kepada pemerintahnya yang sangat ramah, pendosa yang bersalah kepada Pembuatnya. Injil menyempurnakan hal ini dengan mewahyukan sifat-sifat Allah, dengan membuatnya dapat dikenali . Itulah sebabnya Injil disebut sebagai kuasa dan hikmat Allah, karena ia secara gamblang memperlihatkan sifat-sifat tabiat-Nya. Injil memperkenalkan Allah sebagai satu-satunya sasaran ibadat yang benar. Injil memperbaharui manusia pada posisi itu dalam mana dapat memanjatkan ibadat dan ketaatan yang dapat diterima.

Fakta dalam mana doktrin ini diletakan harus benar nyata dan tak dapat disangkal. Tetapi alasan doktrin ini, dan jauhnya serta hubungan selanjutnya, barangkali disembunyikan dari pandangan kita. Allah adalah sembahan semesta yang layak, dan ini artinya bahwa pikiran kita harus menghormati Dia dengan perasaan kagum dan tak lazim. Tetapi pernyataan pikiran ini tidak pernah dapat diproduksi oleh segala sesuatu yang sepenuhnya dapat kita pahami. Kebiasaan membiakkan rasa jijik, dan kebiasaan yang berlebihan dengan hal-hal yang kudus kadang-kadang dapat memproduksi kekurangan penghargaan terhadap mereka. Semua pengejaran terhadap pengetahun merupakan suatu jenis penaklukkan . Tidak segera melakukan kita merasa diri kita sendiri tuan dari segala hal ketimbang berhenti memegang sebanyak minat bagi kita. Memproduksi perasaan kagum dan takzim merupakan hal yang esensial untuk ibadah, kita harus mempunyai kesadaran akan kerendahan hati kita sendiri, dan suatu keyakinan yang dalam bahwa ada sesuatu yang agung dan mulia dalam sasaran ibadat secara tak terbatas di atas konsepsi kita.

Makin dengan jelas kita menyadari batas-batas pengetahuan kita dalam setiap arahan semakin dalam kesan kita akan kebesaran Allah, dan makin dengan semakin dalam kita akan menghargai keluasan Keberadaan yang telah menyebarluaskan pekerjaan-Nya di sekitar kita dalam kelimpahan yang tak ada habis-habisnya. Kita juga akan menerima kenyataan bahwa Dia telah mengelilingi kita dengan rintangan –rintangan yang setiap pekerjaan-Nya dan setiap pemisahan pengejawantahan diri-Nya Sendiri, termasuk masalah-masalah yang tidak dapat kita lihat. Oleh karena itu, Wahyu menyesuaikan dirinya sendiri kepada posisi kita. Ia merupakan setelan bagi keadaan mental kita, dan bercampur dengan apa yang jelas dan dengan apa yang tidak jelas karena tidak meliputi pikiran kita yang terbatas, tetapi menuntun kita dalam jalan pengetahuan dan jalan kehidupan.

(Majalah Berita Mimbar).

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10).

Kita seharusnya bangga karena Allah sengaja menghadirkan kita ke dunia untuk melakukan kehendakNya yang mulia.

Allah berprakarsa dan menyimpan maksud  atas  hidup kita. Dan maksud itu tidak lain adalah supaya kita melakukan yang baik menurut takaran yang Allah tentukan. Kita diciptakan oleh Allah yang sama, tetapi kita memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian yang berbeda inilah yang menandakan kesungguhan Allah dalam menciptakan kita.

Jika Allah tidak secara serius dalam menciptakan kita, maka Ia tidak akan susah-susah mengukir kepribadian manusia sehingga kepribadian tersebut akan sama atau paling tidak mirip antara yang satu dengan yang lain. Menciptakan pribadi yang berbeda malah menyulitkan Allah sendiri. Kalau Allah tidak mau repot-repot dalam menciptakan manusia, maka Ia akan membuat manusia berpribadi sama dengan temperamen yang sama. Akan tetapi, apapun keberbedaan ktia,  Allah menghendaki supaya kita tetap mencerminkan citra Allah.

Sebagai ciptaanNya, kita harus mengenali diri kita sendiri.

Dalam  suratnya  Kepada Jemaat di Efesus,  Rasul Paulus menasihatkan supaya setiap orang terus menghayati keberadaan dirinya sendiri bukannya bersusah payah untuk menjadi sama seperti orang lain. Yang utama dari hal ini adalah mengenal dirinya sendiri sebagai buatan Allah yang diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik. Mengenali diri sendiri juga berarti bahwa setiap orang percaya harus menyadari kemampuan dan peranannya masing-masing.

Kristus adalah kepala bagi jemaat sedangkan jemaat adalah tubuh yang memiliki berbagai anggota. Allah berkehendak supaya anggota-anggota tubuh itu berfungsi dan bergerak sebagaimana seharusnya mereka berperan di bawah kendali kepala.

Kalau para anggota tubuh misalnya tangan ingin menjadi seperti kaki dan sebaliknya, pasti ada sesuatu yang salah dan akan mengakibatkan kesalahan pula. Yang harus kita contoh dari orang lain adalah hakikat keteladanan dan sifat baik mereka, tetapi itu tidak berarti bahwa kita harus menempatkan diri kita pada tempat dan keadaan mereka.

Pandangan Kita atas diri kita haruslah menurut ukuran Allah. 

Pandangan kita atas diri sendiri akan sangat mempengaruhi semua bidang kehidupan kita. Kalau pandangan kita atas diri kita sendiri berdasarkan firman Tuhan, maka kehidupan kita akan berharga bagiNya. Prinsip yang menjadi standard dunia berkata bahwa nilai seseorang ditentukan oleh kekayaan, jabatan atau pekerjaan orang itu.  Kalau jabatan atau pekerjaan berubah, nilai manusia juga  akan berubah.  Karena itu, kalau kita mengikuti filsafat dunia ini, nilai kita  akan berubah setiap kali keadaan kita berubah. Dengan demikian pandangan  kita atas diri sendiri sangat tidak stabil.

Allah mengasihi kita sebagaimana kita adanya, entah kita kaya atau miskin, pintar atau tidak, kuat atau lemah. Nilai kita  dihadapan-Nya tidak ditentukan oleh perubahan yang terjadi dalam diri  kita, atau di sekitar kita. Oleh karena itu setiap orang percaya harus menerima diri kita sebagaimana  adanya sama seperti Allah yang selalu menghargai keberadaan kita.

Kita harus Menerima Diri Kita Sendiri.

Setiap orang diciptakan Allah secara unik dan masing-masing mempunyai kelebihan, keterbatasan  dan kekurangan masing-masing.  Tidak ada seorang pun yang sempurna selain Yesus! Sering kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Bila kita berbuat demikian, maka ada dua      kemungkinan yang terjadi: Kita akan merasa lebih baik daripada orang lain sehingga kita menjadi sombong, jauh dari rendah hati. Kemungkinan yang kedua adalah bahwa kita akan merasa lebih rendah daripada orang lain sehingga kita kehilangan rasa harga diri.

Mustahil seseorang bisa sombong dan rendah hati pada saat yang sama.  Ujung atau kaitan langsung dari meninggikan diri sendiri adalah merendahkan orang lain. Rasa puas dan bermegah dalam Kristus atas apa yang kita miliki atau atas apa yang kita capai menimbulkan dorongan untuk semakin maju. Sebaliknya, kesombongan dan rendah diri menjadikan kita makin mundur atau bahkan memundurkan seseama kita.

(Fanyaze-BM Edisi 255 Jan-Maret 2003).

kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.” (Yos 1:0)
Kapanpun Anda mengalami ketakutan, ketahuilah bahwa  “TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.”  (Ul 31:8)
Yang terjadi ketika ketakutan tiba kita cenderung membesar-besarkan masalah melalui alam pikiran kita. Ingatlah bahwa kekhawatiran adalah kebalikan dari iman.
Tuhan telah berjanji bahwa “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau”.  (Yes 43:2). Ayat ini merujuk pada anak-anak-Nya yang menyeberangi Laut Merah dan juga perlindungan yang Ia berikan kepada Sadrakh, Mesakh Abednego di tungku api yang membara. Kedua peristiwa tersebut merupakan contoh tentang bagaimana Allah telah menolong anak-anak-Nya di masa lalu.
Oleh karena itu Raja dengan tegas mengucapkan “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. “. (Maz 23:4).
Jadi, ketika terbentang di hadapan kita “penyeberangan yang mendebarkan”, ketahuilah bahwa Tuhan akan menolong Anda karena di masa lalu Ia telah melakukannya bagi anak-anak-Nya. Akhirnya anda juga bisa dengan penuh kepastian mengucapkan “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?” (Maz 27:1)
Pastor Allen

Tak seorangpun Dia ijinkan terlahir tanpa talenta.
Tak seorangpun Dia tumbuhkan tanpa kemampuan.
Namun tak semua talenta & kemampuan sepenuhnya terhimpun dalam wadah orang percaya. Tak semua orang percaya memiliki alasan jelas dalam menyia-nyiakannya. Berbahagialah mereka yang dalam kerendahhatian menyadari kepercayaan berharga yang sorga berikan.

“Allah bukannya Allah yang tidak adil. Ia tidak melupakan apa yang kalian kerjakan bagi-Nya, dan kasih yang kalian tunjukkan kepada-Nya sewaktu menolong saudara-saudara seiman, dahulu dan sekarang.” (Ibr 6:10, BIS). Selamat Melayani.

Kita memahami bahwa jawaban-Nya atas doa kita adalah “ya”, “belum”, dan “tidak”. Yang paling tidak kita harapkan dan mematahkan semangat kita adalah yang terakhir. Namun ketika kita tetap memiliki pengenalan yang mendalam akan Dia dan berada dalam keadaan “Jiwaku melekat kepada-Mu” (Maz 63:9a), maka kita justru akan makin mempercayai kehendak-Nya yang jauh lebih baik dari yang kita doakan. Dalam penantian kita akan hal terbaik dariNya itu, kita akan tetap berada dalam penjagaan-Nya karena “tangan kanan-Mu menopang aku” (Maz 63:9b).

Dicantumkannya agama dalam kartu identitas kita menunjukkan bahwa kita percaya Tuhan itu ada. Namun seringkali kepercayaan kita memang hanya sebatas Tuhan itu ada. Itulah mengapa Tuhan yang tak terbatas menjadi terbatasi untuk berkarya sebagai pusat kehidupan yang menghidupkan hidup kita. Oleh karena itu libatkan Dia untuk berkuasa atas segala situasi dan di setiap detik aktifitas yang kita jalani. Jangan biarkan kita merasa segalanya telah runyam. “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku.” (Maz 62:2).

By Spiros Zodhiates,  Th.D

Rasul Yakobus dengan jelas mengatakan,  “Hendaklah kamu saling mengaku dosamu.”  Setelah membaca ayat ini, kita segera sampai pada simpulan bahawa Yakobus tidak sedang membicarakan tentang pengkuan dosa-dosa kita, tetapi tentang kesalahan-kesalahan kita. Ada dua macam dalam ayat ini,  yang pertama mempergunakan kata hamartias, yang biasanya di terjemahkan “dosa,” dan berikut adalah paraptoomata, yang artinya” keluar garis atau keluar jalur.”  Sama sekali tidak ada perbedaan mana yang  dapat kita pilih  di antara kedua kata ini di pakai sebagai yang pailing tepat, yang \pertama hamartias, artinya dosa dalam pengertian kehilangan tanda yang di berikan kepada kita oleh Allah; dan yang kedua paraptoomata artinya dosa dalam pengertian keluar dari tilas yang telah di tinggalkan oleh Tuhan  untuk kita tapak-tilasi.  Yang kedua menyiratkan yang pertama, karena kalau kita keluar dari jalan yang seharusnya kita lalui, kita tidak pernah sampai ketempat yang kita tuju.  Kalau dari Solo kita hendak ke Jakarta, kita tidak akan pernah tiba di Surabaya.  Kita harus mengambil jalan yang tepat untuk tiba di tempat tujuan yang kita tetapkan sebelumnya.  Karena itu, apapun arti dari kata itu, kata itu menunjuk pada menjadi atau berbuat sesuatu yang asing baik untuk jalan maupun tujuan.

Tak pelak lagi bahwa Yakobus di sini sedang membicarakan orang Kristen.  Ia harus saja mengakhiri cerita tentang seorang saudara yang sakit yang di kunjungi oleh para penatua gereja lokal yang mengurutnya dengan minyak dan mendoakan dia  supaya sembuh.  Yakobus mengatakan keppada kita bahawa  walaupun orang itu berdosa, Tuhan akan mengampuni dia.  Dari perkataan ini, sangat mungkin bahawa orang itu sakit karena dosa, kendatipun kasus ini tidak selalu terkenak pada setiap orang yang sakit.

Ada suatu hubungan yang nyata antara ayat sebelumnya dan ayat ini.  Hubungan ini terlihat dengan di gunakan kata oun, yang artinya, “karena itu.” Mengapa “karena itu”?  Ini merupakan prinsip umum bagi suatu kondisi khusus.  Maka, dalam ayat ini kita mengerti bahawa harus ada pengakuan dosa dalam dua ayat sebelumnya dalam kasus saudara yang sakit.  Ia harus mnengaku dosanya kepada para penatua gereja yang ia panggil untuk datang dan mengunjungi dia.  Dalam prinsip umum ini, Yakobus menyerukan kita  untuk melakukan apa yang di lakukan oleh saudara yang sakit dan berdosa itu.

Tetapi ia kuatir kalau-kalau penatua gereja lokal  itu merasa bahawa  mereka dapat menggolongkan diri mereka sebagai “bapa pengakuan,” Seperti yang di perbuat orang pada akhir-akhir ini.  Kita harus ingat di sini Yakobus tidak mengatakan, “karena itu, akuilah dosamu kepada para penatua.”  Melainkan, “hendaklah kamu saling mengakui dosamu.”  Ini sungguh menarik, Yakobus sedang berbicara kepada orang Kristen secara umum tatkala  ia berkata, “Hendaklah kamu saling mengakui dosa.”

Kalau benar bahawa umat awam, orang biasa yang berdosa, harus mengakui dosa-dosa mereka kepada para penatua gereja  mereka, maka sama benarnya pula para penatua itu harus mengakui dosa-dosa mereka.  Tidak harus kepada sesama penatua, tapi bisa kepada sesama saudaranya di dalam Kristus, saudara mereka secara rohani.  Setelah penyembuhannya, saudara yang sakit ini tidak dapat lagi menyimpan rahasia dosa di dalam dirinya yang membuat dia mengalami penyakit jasmani , sehingga ia menceritakannya kepada tamu-tamu Kristennya itu.  Bahkan seandainya tamu-tamunya itu bukan penatua yang mengemban tanggung jawab tertentu, kita yakin bahawa saudara yang sakit akan tetap mengakui dosa-dosanya kepada mereka.  Dan siapa yang tahu apakah para penatua ini, pada saat ketika saudara yang sudah di sembuhkan membuka hatinya dan mengakui dosanya kepada mereka,  berbalik mengakui dosa-dosa mereka juga kepadanya?

Kata alleelois yang di terjemahkan “saling” sangat menarik. Kata itu berasal dari kata Yunani allos,  “lain.”  Namun masih ada kata Yunani yang lain yang juga mempunyai arti yang sama, yaitu heteros.  Dari kata inilah asal kata “heterogen.”  Alos mengungkap suatu perbedaan menurut angka dan menunjuk pada sesuatu yang lain dari jenis yang sama,  sementara heteros mengungkapkan suatu perbedaan sifat dan menunjuk pada sesuatu yang lain dari jenis yang berbeda.   Ada sesuatu yang Roh Kudus hendak ajarkan kepada kita.  Kata allelois yang di gunakan Yakobus di sini menunjuk pada “orang lain dari kelompok atau golongan yang sama,”  dan berdasarkan sifat kata ini kita tiba pada simpulan bahawa Yakobus menganggap para penatua itu sekualitas dan sederajad  dengan sudara mereka yang mereka doakan itu.

Saudara itu tidak lebih rendah dari mereka, atau mereka lebih tinggi dari dia.  Ia mengakui dosa-dosanya kepada mereka, dan mereka dapat mengakui dosa-dosa mereka kepadanya.  Kenyataan bahawa mereka tidak sakit tidak berarti bahawa mereka bukan orang-orang berdosa, sebaliknya bahawa seseorang sakit tidak selalu karena ia orang berdosa.  Jadi arti mutlak dari ayat ini ialah sebagai orang kristen kita semua pada dasarnya sma, sejauh yang menyangkut kerentanan terhadap dosa, dan dalam mengakui dosa satu terhadap yang lain tanpa membedakan derajad, bahkan pun antara umat awam dan imam.  Seorang imam setelah mendengarkan pengakuan dosa  anggota jemaatnya yang menyesal harus mempunyai keberanian dan daya tahan moral untuk berbalik mengaku dosa-dosanya kepada anggota jemaatnya.  Itulah yang di ajarkan oleh rasul Yakobus.

Tetapi belum aman mendasarkan suatu doktrin pokok yang penting seperti ini pada satu ayat Alkitab saja.  Mari kita selidiki bagian-bagian lain dari Alkitab untuk melihat apakah pada zaman rasuli ada praktek tertentu dari apa yang di kenal sebagai pengakuan dosa.  Dapatkah kita menemukan di dalam Perjsanjian Baru ayat atau kisah yang menunjukan bahawa ada rasul yang menunggu di sebuah ruang kecil.  Menunggu orang yang akan mendatangi mereka dan mengakui dosa-dosa mereka?  Alkitab sama sekali sepi dari persolan ini.  Baik Petrus maupun Yohanes atau Paulus dan tulisan-tulisan mereka tidak pernah menceritakan bahawa da orang yang menghadap mereka untuk mengakui dosa-dosa merreka dan mereka di ampuni.  Apakah itu karena mereka yang bertobat dalam pelayanan mereka menjadi tanpa dosa?  Tidak. Karena mereka terus menyalahkan anak-anak rohani mereka karena keseiringan mereka berbuat dosa. Tidak, tidak ada pengakuan-pengakuan seperti ini di dalam Perjanjian Baru.

Pengakuan dosa pada masa rasul-rasul merupakan sesuatu yang insidental yang tidak di sokong oleh kewajiban dan peraturan rasuli, tetapi yang berasal dari paksaan sengaja dari jiwa pribadi yang membuat pengakuan itu.  Kalau orang tidak mengakui dosanya kepada Paulus, tidak berarti bahawa orang itu akan masuk kedalam nereka.  Pencuri yang di salibkan di sebelah Tuhan Yesus tidak mengakui dosa kepada rasul, karena tidak ada rasul pada waktu itu.  Tetapi ia menangis kepada Kristus, dan puji Tuhan, Kristus siap untuk setiap orang!  Maka kita dapati bahawa tidak ada satu contoh pun di mana ada murid-murid Kristus atau rasul-rasul tertentu  mengajak seseorang untuk datang dan mengakui dosanya kepada mereka.

Ingat perselisihan antara Petrus dengan seseorang yang bernama Simon, yang mencoba menawarkan uang kepadanya untuk mendapatkan karunia Roh Kudus? Petrus menyuruh dia bertobat, tetapi tidak memintanya mengakui dosa-dosanya kepadanya,  melainkan mengakui dosa-dosanya kepada Allah dan menerima pengampunan dari Dia.  “Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengamouni niat hatimu ini.” (Kis. 8:22).  Petrus, tidak seperti mereka yang mengklaim menjadi penerusnya menurut suksesi rasuli, tidak pernah menyuruh Simon mengakui dosa kepadanya, atau memberikan pengampunan dosa kepadanya.

Seluruh dunia kristen mengulangi ucapan doa Bapa kami, setiap kali kita mengulangi doa-doa itu, kita menyatakan bahawa pengakuan dosa itu di tujukan kepada Allah saja dan bahwa pengampunan juga hanya berasal dari Dia dan bukan dari orang biasa.  Kita ucapkan, “Bapa kami di sorga…..ampunilah kesalahan kami” (mat.6 :9,12).

Seorang pemungut cukai mencari belas kasihan, bukan dari manusia melainkan dari Allah, tatkala Ia berkata, “ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini,” (Luk. 18:13).  Justru wajar dan logis bahawa pengakuan dosa harus di sampaikan kepada pribadai yang mampu mengampuni dosa; dan hanya Allah yang mmampu melakukannya, seperti yang di nyatakan oleh Yohanes dalam suratnya yang pertama, pasal satu, ayat sembilan,”Jika kita mengaku dosa kita , maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kta dan menyucikan kita dari segala kejahatan,”  sama sekali tidak masuk akal pergi ke seorang tukang daging untuk membeli buku theologia.  Sama tidak masuk akal pergi kepada seseorang yang tidak sanggup mengampuni dosa kita untuk meminta pengampunan dosa.  Kita benar-benar akan kecewa.  Marilah kita datang kepada Yesus Kristus, karena “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh. 2:2).

Tetapi apakah pengakuan dosa kita kepada sesama saudara berbeda dari pengakuan dosa kita kepada Allah?  Kalau kita mengakui dosa-dosa kita kepada Allah saja, karena hanya Dia yang sanggup mengampuni kita, yang telah melunasi hutang hukuman terhadap dosa kita, mengapa kita di suruh Yakobus  untuk saling mengakui dosa-dosa kita satu terhadap yang lain?

Saat menghadapi kebuntuan, sering kita tergoda untuk memperkirakan cara yang akan Tuhan pakai untuk menolong kita. Seriusnya persoalan menjadikan kita memperhitungkan bahwa Tuhanpun tidak akan memiliki peluang untuk bertindak. Itulah kelemahan kita karena tidak memahami cara kerja Tuhan yang tak selalu bisa kita lihat. “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya” (Rom 4:18}.

“Ingatlah firman yang Kaukatakan kepada hamba-Mu, oleh karena Engkau telah membuat aku berharap.” (Maz 119:49), Begitu besar pengharapan pemazmur akan janji pertolongan Tuhan sehingga ia mengingatkan Dia supaya tetap ingat janjiNya. Pengharapan dan keyakinan yang sama besarnya tetap harus kita pelihara dan tujukan kepadaNya untuk mendatangkan pertolongan dariNya. Oleh sebab itu, milikilah iman yang sama dengan seorang perempuan yang memiliki iman dalam hatinya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” (Mat 9:21)  

Adalah anak lelaki miskin yang kelaparan dan tak punya uang. Dia nekad mengetuk pintu sebuah rumah untuk minta makanan. Namun keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorang gadis muda. Dia urung minta makanan, dan hanya minta segelas air.

Tapi sang gadis tahu, anak ini pasti lapar. Maka, ia membawakan segelas besar susu. “Berapa harga segelas susu ini?” tanya anak lelaki itu.

“Ibu mengajarkan kepada saya, jangan minta bayaran atas perbuatan baik kami,” jawab si gadis.

“Aku berterima kasih dari hati yang paling dalam… ” balas anak lelaki setelah menenggak habis susu tersebut.

Belasan tahun berlalu…

Gadis itu tumbuh menjadi wanita dewasa, tapi didiagnosa punya sakit kronis. Dokter di kota kecilnya angkat tangan. Gadis malang itu pun dibawa ke kota besar, di mana terdapat dokter spesialis.

Dokter Howard Kelly dipanggil untuk memeriksa. Saat mendengar nama kota asal wanita itu, terbersit pancaran aneh di mata sang dokter.

Bergegas ia turun dari kantornya menuju kamar wanita tersebut. Dia langsung mengenali wanita itu. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya wanita itu berhasil disembuhkan. Wanita itu pun menerima amplop tagihan Rumah Sakit. Wajahnya pucat ketakutan, karena dia tak akan mampu bayar, meski dicicil seumur hidup sekalipun. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop itu, dan menemukan catatan di pojok atas tagihan…

“Telah dibayar lunas dengan segelas susu …” Tertanda, dr. Howard Kelly.

(dr. Howard Kelly adalah anak kelaparan yang pernah ditolong wanita tersebut. Cerita disadur dr buku pengalaman dr. Howard dalam perjalanannya melalui Northern Pennsylvania, AS)

Begitulah …

Jangan ragu berbuat baik dan jangan mengharap balasan. Pada akhirnya, buah perbuatan akan selalu mengikuti kita. We will harvest what we plant..

Oleh: Pdt. Wahyu Wahono, A.K., M.Th.

Jadi ap Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepadaNya, Maka kata-Nya kepada orang Yahudi yang percaya kepada-Nya, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku kamu benar-benar adalah murid-Ku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, kebenaran itu akan memerdekakan kamuabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka” ( Yohanes 8: 38 )]
“”. Jawab mereka, “ Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun . Bagaimanakan Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka:”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka”.
Berangkat dari judul atau tema di atas maka perlulah kiranya dimuculkan dua pertanyaan besar yaitu; “Apa dan Mengapa kemerdekaan yang utuh itu? Dan, bagaimana mendapatkan kemerdekaan yang utuh?” 

Pengantar
Setiap tanggal 17 Agustus kita dapat mengenang kembali hari kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkeraman, perbudakan dan penindasan kaum kolonial. Hari Proklamasi kemerdekaan itu telah menjadi tonggak sejarah yang amat penting bagi bangsa Indonesia. Sejak saat itu bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan kaum kolonial, walaupun selanjutnya berbagai tantangan harus dihadapi untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai. Tantangan yang datang ternyata bukan datang dari luar saja, tetapi juga dari dalam. Sehingga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) juga ada dalam tantangan. Oleh karena itu kita sebagai anak bangsa dan seluruh elemen di NKRI ini harus merapatkan barisan dan melawan semua bentuk pemecahbelah, terorisme dan apapun yang mengancam NKRI.

Secara lahir kita telah bebas dari perbudakan penjajah yaitu bangsa lain diantaranya; Belanda, Jepang dan Portugis, namun secara batin kita masih mengahadapi persoalan dan terus­menerus berjuang untuk melawan berbagai-bagai tantangan hidup. Kita belum benar-benar mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang utuh yaitu ketentraman, kedamaian, kemakmuran dan keadilan lahir maupun batin ternyata masih jauh dari kita.

Kita berusaha lepas dari semuanya itu tapi kenyataannya kegagalan yang didapat sehingga membuat hati kita semakin sedih, gelisah, kecewa, frustasi, cemas, setres, dan berbagai kondisi hidup menimpanya. Negeri ini dimana kita sebagai anak bangsa menjerit “Aku ingin bebas, aku ingin kemerdekaan sejati, aku ingin lepas dari itu semua” terdengar disana-sini. Suatu kenyataan yang tidak dapa dipungkiri, bahwa jeritan hati setiap insan yang dibelenggu atau diperhamba oleh persoalan dan masalah hidup masih terdengar disana-sini. Kemerdekaan yang utuh masih jauh, belum tercapai, itulah kenyaataan .

Apa dan Mengapa kemerdekaan yang utuh itu?

Sejak Adam dan Hawa melawan perintah Tuhan, mereka jatuh ke dalam dosa. Sejak itulah dosa masuk ke dalam dunia, dan oleh dosa itu juga maut menjalah semua orang. “Sebab semua orang telah berbuat dosa” dan kuasa maut terus­menerus menindas manusia itu sendiri. Perbudakan, penindasan dosa itu meliputi seluruh manusia yang besar, kecil, tua, muda bahkan sejak dari kandunganpun manusia sudah terinfeksi dosa. Celakanya dosa itu meliputi seluruh unsur manusia yaitul tubuh, jiwa dan rohnya. Keberadaan yang demikianlah maka tidak ada alasan manusia untuk menyelamatkan dirinya dengan bentuk dan cara apapun. Manusia telah rusak moralnya dan semuanya itulah sebabnya dikatakan upahnya adalah maut yaitu api neraka. Sungguh mengerikan bukan?

Manusia berdosa adalah manusia yang ada dalam penjajahan kuasa gelapan. Hati, pikiran dan seluruh keberadaan manusia terjajah dan dibelenggu oleh Ibilis. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari cengraman-nya. Manusia ada dalam kemauan dan kehendak setan. Seluruh kehendak dan kemauan manusia terprotek oleh Iblis. Manusia tidak dapat melepaskan dirinya. Seluruh keberadaan manusia ada dalam penjajahanya. Manusia dalam seluruh keberadaannya menjadi hamba Iblis dan hamba dosa. Itulah sebabnya manusia memerlukan pribadi yang dapat memberikan kemerdekaan yang utuh, yaitu yang meliputi; tubuh, jiwa dan rohnya.

Dalam konteks pengetahuan manusia memang banyak yang dianggap benar. Namun suatu kenyataan bahwa benar dalam konteks pengetahuan dunia dan manusia tidak dapat menjadi alat, obat dan pembasmi dosa. “Kebenaran” dalam koteks manusia tidak akan mampu dan dapat menghancurkan kekuasaan Iblis. Hanyalah “KEBENARAN” dalam Tuhan Yesus Kristuslah yang dapat menyelesaikan penyakit yang membahayakan yaitu dosa dan menghancurkan kuasa Iblis. Kebanaran dalam Tuhan Yesus tidak membutuhkan tambahan, sudah cukup untuk menyelesaikan dosa dan menyelematkan manusia dari api jahanam.

Bagian firman Tuhan di atas menunjukkan arti dan perlunya kemerdekaan yang sebenarnya yaitu kemerdekaan yang utuh dalam kehidupan setiap manusia. Karena dikatakan bahwa semua manusia telah terjajah oleh dosa. Semua manusia membutuhkan kemerdekaan. Setiap orang perlu benar-benar merdeka lahir dan batinnya. Setiap orang perlu benar-benar merdeka yaitu mengalami dan mencapai damai sejahtera. Setiap orang perlu benar-benar merdeka yaitu terlepas dari kekangan takut, gelisah, setres dan berbagai penyakit jiwa yang melanda. Setiap orang perlu sadar dari perbudakan guru yang menyesatkan dan membawa kebinasaan yaitu Iblis dan antek-anteknya, dan berpaling serta menyerahkan diri serta menjadi murid dari Guru Agung yang akan dan menjamin hidup dalam kesentosaan. Setiap orang perlu dimerdekakan dari penjajah hati, pikiran bahkan seluruh hidupnya. Setiap orang siapapun dia, dimanapun berada memerlukan kemerdekaan yang utuh.

Bagaimana mendapatkan kemerdekaan yang utuh?

Terungkap secara jelas bahwa prinsip dasar untuk ada dalam kemerdekaan yang utuh adalah percaya. Kita harus masuk dalam areal percaya dengan penuh kesadaran bahwa ada pribadi yang sanggup mengerjakan dan memberikan kemerdekaan yang utuh. Siapapun kita, bukan hanya orang Yahudi, tapi kita juga non Yahudi kalau percaya pasti akan memperolehnya.

Langkah berikut adalah tetap dalam perkataan-Nya atau firman-Nya. Ini berarti kita ada dalam penyerahan secara totol pada bimbingan dan arahan firman-Nya. Kita membuang semua konsep, ajaran-ajaran yang kita pegang dan jadikan sebagai kebanggaan atau unggulkan dari pada Dia yang adalah pencipta dan penguasa satu-satunya. Kita harus berpaut dan beriman pada Dia saja. Kita harus meninggalkan pengalaman dan keberimanan yang lampau, dan mengarahkan diri pada jaminan yang kekal dalam firman-Nya. Karena keselamatan hanya terjamin apabila kita tetap dalam firman-Nya. Murid yang sejati sudah seharusnya senantiasa taat pada perkataan-Nya. Sekarang kita ada pada satu keputusan yaitu tetap dalam kebenaran firman Tuhan, perkataan Tuhan Yesus Kristus, Sang Pembebas dan penolong satu-satunya. Langkah yang kita buat itu ternya akan membawa kita untuk mengetahui kebenaran yang memberikan atau menjamin kemerdekaan yang utuh itu.

. Dan sekarang perlu masuk dan menjadi murid yang sejati agar kemerdekaan itu akan benar-benar menjadi kenyataan. Sebagai murid sejati yaitu tetap dalam firman atau pengajaran-Nya. Ia tidak akan mendengar dan melakukan yang bukan firman Tuhan. Sebagai murid yang sajati akan tetap dan focus pada pengajaran-Nya. Sebagai murid yang sejati tidak akan pernah walau sedikit melupakan ajaran-Nya. Ia akan memegang apa yang dikatakan, “ Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, “ ( Amsal 3: 1 ).

Sebagai seorang yang telah masuk dan menerima kemerdekaan yang utuh sudah pasti tahu bahwa Allah mengasihi manusia, karena kasihNya yang besar itu maka Ia memberikan Sang Penyelamat atau Sang Pembebas bagi manusia. Perhatikanlah Firman Allah ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga dikaruniakan AnakNya yang tunggal itu, supaya barangsiapa yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”. Yohanes 3:16. Sudah pasti bahwa seorang yang telah menerima kemerdekaan yang utuh tidak akan menyia-nyiakan kasih yang begitu besar dan luar biasa.

Yesus Kristus datang untuk menebus manusia dari dosa­dosanya, agar manusia yang sungguh percaya dan menerima Dia akan memperoleh kemerdekaanyang utuh dan sejati. Dia yang tidak berdosa memerdekakan kita dari kuasa dosa dan maut, dengan cara Ia mati di kayu salib. Kemerdekaan yang utuh dan sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus. Di luar Yesus yang ada hanyalah perhambaan dan kehidupan menuju kebinasaan. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun bener-berar merdeka. Yoh 8:36. Sekarang Anda, saya dan kita semua yang percaya, menderima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi ada dan pasti benar-benar merdeka. Untuk itu marilah kita teriakkan yel-yel, “Merdeka, merdeka, merdeka”. Merdeka roh kita, jiwa kita, tubuh kita. Merdeka selama-lamanya yaitu dibumi dan di sorga. Merdeka takkala kita hidup di dunia ini maupun kelak kita meninggalkan dunia ini. “ Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus Tuhan kita. Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya”. ( I Tesalonika 5: 23,24 ).